Dari meningkatkan kehidupan sosial hingga membuka lebih banyak kesempatan kerja, bilingualisme selalu memiliki kelebihan. Sebuah studi baru menemukan bahwa berbicara dua bahasa setiap hari sejak usia muda dapat melindungi Anda dari perkembangan demensia di kemudian hari.
Para peneliti di Jerman menentukan bahwa orang dwibahasa mendapat nilai lebih baik dalam tes belajar, memori, bahasa dan kontrol diri daripada pasien yang berbicara hanya satu bahasa.
Para peneliti sebelumnya telah menemukan hubungan antara bilingualisme dan demensia. Studi baru, yang diterbitkan dalam jurnal Neurobiology of Aging, mengevaluasi bagaimana bilingual pada tahap kehidupan yang berbeda berdampak pada kognisi dan struktur otak pada usia dewasa.
“Bilingualisme dapat bertindak sebagai faktor pelindung terhadap penurunan kognitif dan demensia. Secara khusus, kami mengamati bahwa berbicara 2 bahasa setiap hari, terutama pada tahap awal dan pertengahan kehidupan mungkin memiliki efek jangka panjang pada kognisi dan korelasi sarafnya,” para peneliti menulis.
Mereka menguji 746 orang berusia 59 hingga 76 tahun – 40% dari mereka tidak memiliki masalah ingatan, sedangkan sisanya adalah pasien di klinik ingatan atau orang dengan keluhan kebingungan atau kehilangan ingatan.
Para peserta dievaluasi berdasarkan berbagai tes kosa kata, memori, perhatian dan perhitungan. Tugasnya termasuk mengingat objek yang sebelumnya bernama, mengeja kata ke belakang dan menyalin desain yang disajikan kepada mereka.
Para peserta yang dilaporkan menggunakan bahasa kedua setiap hari ketika mereka berusia antara 13 dan 30 atau antara 30 dan 65 menunjukkan skor yang lebih tinggi pada kemampuan bahasa, memori, fokus, perhatian dan pengambilan keputusan dibandingkan dengan mereka yang tidak bilingual.
Para ilmuwan percaya kemampuan bilingual untuk beralih di antara dua bahasa adalah faktor kunci yang membuat mereka lebih baik dalam keterampilan kognitif seperti multitasking, mengelola emosi dan pengendalian diri, yang pada akhirnya melindungi mereka dari demensia.
“Keuntungan menjadi bilingual tidak hanya berasal dari pengetahuan kosa kata dan aturan L2, melainkan dari peralihan antar bahasa yang tepat dan sering, yang menuntut kontrol kognitif yang tinggi untuk menghambat potensi interferensi antar bahasa,” tambah para peneliti.
Studi tersebut hanya mengevaluasi aspek penggunaan dua bahasa setiap hari dalam jangka waktu yang lama. Para peneliti memperingatkan dampak positif pada kemampuan kognitif mungkin juga karena faktor lain, seperti usia di mana bahasa dikodekan ke dalam memori, atau demografi atau pengalaman hidup orang-orang yang bilingual.
Bagi orang yang ingin menunda timbulnya demensia dan penyakit Alzheimer, mempelajari bahasa kedua mungkin merupakan pelatihan yang dibutuhkan otak mereka. Foto milik Shutterstock
Diterbitkan oleh Medicaldaily.com