Di tengah lonjakan COVID-19 baru-baru ini di China, sebuah perusahaan riset memperkirakan bahwa negara Asia itu dapat mencatat sekitar 9.000 kematian setiap hari.
Minggu ini, perusahaan data kesehatan Airfinity mengatakan melalui Reuters bahwa China dapat menyaksikan sekitar 9.000 kematian terkait COVID-19 setiap hari, dua kali lipat dari perkiraan yang dirilis seminggu lalu di tengah berita lonjakan infeksi di raksasa Asia itu.
Perusahaan riset menggunakan pemodelan berdasarkan data dari provinsi China sebelum negara itu mengubah cara pihak berwenang dan media nasional melaporkan kasus tersebut.
Dengan data barunya, Airfinity memperkirakan infeksi COVID di China mencapai puncak pertamanya dengan 3,7 juta kasus per hari pada 13 Januari. Kematian akibat virus tersebut mencapai 584.000 pada Desember ini, sehingga perusahaan mengantisipasi jumlah tersebut akan meningkat menjadi 25.000 per hari pada 23 Januari.
Seminggu sebelumnya, Airfinity mengumumkan perkiraan yang berbeda berdasarkan modelnya, mengatakan China dapat melihat 5.000 kematian sehari sementara kasus baru dapat mencapai 3,7 juta sehari di puncak Januari dan 4,2 juta sehari di bulan Maret.
Pemerintah China membuat kebijakan putar balik mendadak pada 7 Desember, bersikeras bahwa kematian akibat COVID harus didefinisikan sebagai seseorang yang meninggal karena gagal napas akibat COVID-19.
Perubahan kebijakan berarti kematian akibat penyakit, komplikasi, dan kondisi lain tidak akan dihitung sebagai kematian akibat COVID meskipun almarhum dinyatakan positif SARS-CoV-2. Karena itu, otoritas lokal hanya melaporkan 10 kematian akibat COVID pada hari pembaruan kebijakan, menurut Medscape.
Pejabat China juga menyatakan pada hari Rabu bahwa jumlah kematian akibat COVID di negara itu hanya mencapai 5.246 sejak pandemi dimulai pada tahun 2020. Sejak itu, media internasional menuduh China meremehkan penghitungan resminya.
Pakar internasional khawatir bahwa langkah tersebut akan mempersulit mereka untuk memantau situasi secara akurat. Mereka juga khawatir lonjakan di China dapat membuka jalan bagi varian baru untuk memicu gelombang pandemi lain di negara lain.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) sejak itu mengumumkan persyaratan baru untuk penumpang udara yang terbang dari China ke negara itu. Pelancong akan diminta untuk menunjukkan hasil tes negatif COVID-19 dua hari sebelum menaiki penerbangan tujuan AS terlepas dari kewarganegaraan dan status vaksinasi.